Halaqah Nasional Pendidikan Ulama Tarjih Muhammadiyah
Krisis
Ulama yang ada di Muhammadiyah khususnya dan di Indonesia pada umumnya membuat
banyak ormas-ormas dan lembaga atau instansi-instansi Islam memandang perlunya
adanya sebuah pengkaderan ulama. Dalam hal ini yang dimaksud dengan ulama
disini adalah ulama dalam artian yang sebenarnya, bukan ulama buatan media.
Yaitu ulama yang menguasai ilmu-ilmu Islam dan ilmu-ilmu sosial pendukung
lainnya.
Untuk
mengatasi adanya krisis ulama yang ada di Muhammadiyah maka Pimpinan Wilayah
Muhammadiyah Yogyakarta bekerja sama dengan PUTM Yogyakarta (Pendidikan Ulama
tarjih Muhammaiyah) mengadakan acara Halaqah Nasional Pendidikan Ulama Tarjih
Muhammadiyah yang diadakan selama dua hari 19-20 februari 2015 di gedung AR A
Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.
Dari
kegiatan halaqah ini, hadir keynote speaker Prof. Dr. Sayamsul Anwar
(Ketua Majlis Tarjih PP Muhammadiyah), Dr. Hamid Fahmi Zarkasyi, MA (Pendidikan
Kader Ulama Gontor), Dr. Adian Husaini,
MA (DDII Jakarta). Masing-masing pembicara mempresentasikan materi yang sangat
penting untuk perkembangan PUTM selanjutnya.
Dari
keynote speaker yang pertama yaitu Prof. Dr, Sayamsul Anwar, MA menyampaikan
bahwa kriteria seorang ulama pada era global sekarang bukan hanya sebatas bisa
membaca kitab kuning, tetapi juga menguasai kitab kuning (kitab-kitab turats
bahasa arab) dan kitab putih (berbahasa inggris). Selain itu juga seorang ulama
dituntut untuk bisa menguasai ilmu falak karena ilmu falak ini sangat terkait
dan bersinggungan dengan ibadah seperti untuk menentukan waktu shalat, puasa,
haji.
Sedangkan
Dr. Hamid Fahmi Zarkasyi sebagai ketua PKU (pendidikan Kader Ulama ) gontor
yang sebenarnya adalah kader ulama yang dicanangkan oleh MUI ini memberikan
sebuah statement yang hampir sama dengan Prof. Dr. Syamsul Anwar, MA. Hanya
saja beliau mengatakan bahwa pendidikan kader ulama mempunyai model tersendiri
dan beliau di PKU mengambil model pada wilayah gazwul fikri. Model-model
tersebut bisa bermacam-macam disesuaikan dengan kebutuhan yang ada. Misalnya pada
ranah fikih dengan mencetak kader-kader ulama yang intens pada masalah-masalah
fikih, begitu juga dengan tafsir, hadis, ushul fikih dan lain sebagainya.
Beliau
juga menambahkan bahwa seorang kader ulama dituntut bisa mengusai kemampuan
dasar ilmu-ilmu Islam seperti ilmu al-Quran, ilmu hadis, ilmu tafsir, ilmu
fikih, ilmu ushul fikih dan lain-lain. Selain itu beliau juga menambahkan bahwa
seorang kader ulama perlu luas wawasannya baik wawasan peradaban Islam maupun
kajian peradaban barat, ketrampilan menulis dan berbicara.
Sedangkan
Dr. Adian Husaini sebagai perwakilan DDII Jakarta memberikan pernyataan yang
tidak kalah hebat. Beliau mengatakan, “ulama tidak dilahirkan, tetapi ulama
didapatkan dengan proses. Ulama harus besar di masyarakat dan lahir dari rahim
ummat bukan media”. Beliau menambahkan bahwa seorang ulama pada era
kontemporer sekarang harus mempunyai kompetensi yang unggul yang beliau
sederhanakan menjadi empat hal. Yaitu ulama berkompetensi pada ujung lidah,
ujung pena, ujung badik dan ujung keempat yang membuat semua hadirin tertawa
adalah membuat anak (keturunan).
Selain
ketiga keynote speaker tersebut dalam acara Halaqah Nasional Pendidikan
Ulama Tarjih Muhammadiyah ini menghadirkan PDM (Pimpinan Daerah Muhammadiyah)
Kab. Kudus dan alumni-alumni PUTM (Pendidikan Ulama Tarjih Muhammadiyah) mulai
dari generasi awal yang masih tersisa sampai sekarang. Pertanyaan dan
masukan-masukan dari ketiga keynote speaker sebagai prototipe dari
tempat pengkaderan ulama yang ada di Indonesia serta masukan dari para alumni
PUTM tersebut akan diambil untuk merumuskan kurikulum Pendidikan Ulama Tarjih
Muhammadiyah kedepannya. Langkah Berdebu.
Post a Comment for "Halaqah Nasional Pendidikan Ulama Tarjih Muhammadiyah"