Penelitian Hadis Doa Makan
بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ
A. LATAR BELAKANG MASALAH
Islam
adalah agama yang mengatur segala aspek kehidupan manusia, mulai dari
perkara-perkara yang sederhana dan mendasar seperti makan, minum hingga
perkara-perkara yang rumit dan kompleks seperti persoalan politik dan
kenegaraan. Salah satu bentuk aturan Islam di dalam aspek kehidupan
adalah dianjurkannya berdoa sebagai pengiring setiap perbuatan manusia,
apakah sebelum atau sedudahnya. Dalam hal ini termasuk makan. Maka tidak
salah jika kaum muslimin berusaha menghidupkan ajaran agama ini dan
mengajarkan anak-anak mereka untuk berdoa sebelum makan. Sebuah doa yang
terbaik adalah doa yang ma’tsur, yakni doa yang berasal dari
hadis sahih Rasulullah saw. oleh karena itu, kami tertarik untuk
meneliti doa makan yang selama ini beredar diajarkan dan diamalkan di
lembaga pendidikan seperti sekolah dan TPA, dan dibiasakan diamalkan di
rumah-rumah kaum muslimin.
B. RUMUSAN MASALAH
Dari
latar belakang di atas, maka rumusan masalahnya adalah ; bagimana
status kesahihan hadis doa sebelum makan yang selama ini diamalkan?.
C. LANGKAH-LANGKAH PENELITIAN
Langkah-langkah
penelitian ini adalah melakukan takhrij terhadap doa tersebut, lalu
dilakukan I’tibar dengan membaut skema sanad, lalu kritik rijal sehingga
bisa disimpulkan status hadis yang akan diterliti.
D. ISI PENELITIAN
1) Takhrij.
Hadis doa makan tersebut ditakhrij oleh Ibn Sunnî di dalam A’mâl al-Yaum wa al-Lailah, Bab Mâ Yaqȗl fi ath-Tha’âm Idzâ Qaruba Ilaih Juz II, Hal 327, Nomor : 456, Cet Muassasah ar-Risȃlah, Beirut edisi Farȗq Hammâdah. Dengan lafal sanad dan matannya sebagai berikut ;
حدثني
فضل بن سليمان ، ثنا هِشامُ بنُ عمّارٍ ، ثنا مُحمّد بن عِيسى بنِ سُميعٍ ،
ثنا مُحمّدِ بنِ أبِي الزُّعيزِعةِ ، عن عَمرِو بنِ شُعيبٍ ، عن أبِيهِ ،
عن جده عَبدِ اللهِ بنِ عَمرٍو ، رضي الله عنهما ، عنِ النّبِيِّ صلى الله
عليه وسلم ، أنّهُ كان يقُولُ فِي الطّعامِ إِذا قُرِّب إِليهِ : «
اللّهُمّ بارِك لنا فِيما رزقتنا ، وقِنا عذاب النّارِ ، بِاسمِ اللهِ
Hadis ini juga ditakhrij ole hath-Thabrânî di dalam ad-Du’â, bab , Bab al-Qaulu ‘Inda Khudȗr ath-Tha’âm Juz I, Hal 278, Nomor : 888, Cet Dâr al-Kutub al-‘Ilmîyyah, Beirut edisi Musthafâ ‘Abd al-Qadîr Athâ . Dengan lafal sanad dan matannya sebagai berikut
حَدَّثَنَا
الْحُسَيْنُ بْنُ إِسْحَاقَ التُّسْتَرِيُّ وَمُحَمَّدُ بْنُ أَبِي
زُرْعَةَ الدِّمَشْقِيُّ ، قَالاَ : حَدَّثَنَا هِشَامُ بْنُ عَمَّارٍ ،
حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ عِيسَى بْنِ سُمَيْعٍ ، حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ
بْنُ أَبِي الزُّعَيْزِعَةِ ، حَدَّثَنِي عَمْرُو بْنُ شُعَيْبٍ ، عَنْ
أَبِيهِ عَنْ عَبْدِ اللهِ بْنِ عَمْرٍو رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ ، عَنِ
النَّبِيِّ صلى الله عليه وسلم أَنَّهُ كَانَ يَقُولُ فِي الطَّعَامِ إِذَا
قُرِّبَ إِلَيْهِ اللَّهُمَّ بَارِكْ لَنَا فِيمَا رَزَقْتَنَا وَقِنَا
عَذَابَ النَّارِ بِسْمِ اللهِ
2) Melakukan I’tibar dengan pembuatan skema sanad.
3) Kritik Rijal
Perawi yang diteliti dalam penelitian ini adalah para perawi yang terdapat di dalam buku dalam A’mâl al-Yaum wa al-Lailah oleh Ibn Sunnî
1. Fadhal bin Sulaiman
2. Hisyâm bin ‘Ammâr
a. Nama lengkapnya adalah Hisyâm bin ‘Ammâr bin Nashîr bin Maisarah as-Sulamî atau azh-Zhifrî ad-Dimasyqî (w. 245 H)
b. Guru-gurunya
dalam periwayatan hadis antara lain ; Ibrâhim bin Mȗsa al-Makkî, Radîh
bin ‘Athiyah al-Quraisyî, Sa’îd bin Yahya dan lainnya.[1] Murid-muridnya antara lain ; Abȗ ‘Ubaid al-Qâsim,
c. Penilaian kritikus hadis
1) Ibn Hibbân menyebutkannya di dalam ats-Tsiqât[2].
2) Al-‘Ijlî ; tsiqah, shadȗq.[3]
3) Abȗ Hâtim ; dia shadȗq akan tetapi ketika usianya telah tua hafalannya berubah.[4]
4) Ibn Ma’in ; tsiqah.
Para
kritikus hadis menilai Hisyâm bin ‘Ammâr sebagai seorang perawi yang
dapat dipercaya, namun hafalannya memburuk ketika telah tua.
3. Muhammad bin ‘îsa bin Sumai’
a. Nama lengkapnya adalah Muhammad bin ‘îsa bin al-Qâsim bin Sumai’ ad-Dimasyqî Mula Mu’awiyah al-Quraisyî (w. 204-206).
b. Guru-gurunya antara lain ; Zaid, Wâqid, Humaid
ath-Thawîl, ;Ubaidullah bin ‘Umar, Rȗh bin al-Qâsim, Ibn Abî Dzi’bin
dan lainnya. Murid-muridnya antara lain Hisyâm bin ‘Ammâr, ‘Abd al-Rahman bin Yahya, al-‘Abbâs bin al-Walîd ad-Dimasyqî dan lainnya.[5]
c. Penilaian para krtikus hadis ;
1) Abȗ Hâtim ; seorang guru yang hadisnya boleh ditulis namun tidak dapat dijadikan hujah.[6]
2) Ibn Hajar ; shadȗq, sering salah dalam meriwayatkan hadis, seorang mudallis, tertuduh berfaham al-Qadariyyah.[7]
3) Abȗ Dâwud ; laisa bihi ba’sun. tetapi dicurigai berfaham al-Qadariyyah.
Para kritikus hadis menilai Muhammad bin ‘îsa
bin Sumai’ sebagai perawi yang hadisnya tidak dapat dijadikan hujah,
selain itu dia seorang mudallis. Riwayat mudallis memakai lafal yang mengindikasikan pendengaran langsung dapat diterima, namun dia tetap cacat karena dituduh pelaku bid’ah.
4. Muhammad bin Abî Zu’aizi’ah.
a. Nama lengkapnya adalah Muhammad bin Abî Zu’aizi’ah [8]
b. Guru-gurunya dalam periwayatan hadis antara lain ‘Atha’, Nâfi’, ‘Amr bin Syu’aib dan lainnya. Murid-muridnya antara lain ; Muhammad bin ‘Isâ bin Sumai’.[9], menurut Ibn Hajar, muridnya ini adalah satu-satunya murid yang dimiliki rawi ini.[10]
c. Penilaian kritkus hadis ;
1) Abȗ Hâtim ; tidak usah menyibukan diri dengan hadis-hadisnya. Mungkar al-hadîts[11].
2) Ibn Hibban ; salah satu Dajjal, dia meriwayatkan hadis-hadis palsu.[12]
3) Al-Bukhârî ; munkar al-hadîts jiddan. Hadisnya tidak boleh dituliskan.[13]
Para kritius hadis mencela Muhammad bin Abî Zu’aizi’ah sebagai seorang perawi yang tidak bisa dipercaya, sering memalsukan hadis, bahkan oleh Ibn Hibbân disebut Dajjal yang menunjukan bahwa dia seorang pendusta.
5. ‘Amr bin Syu’aib
a. Nama lengkapnya adalah ‘Amr bin Syu’aib bin Muhammad bin ‘Abdullah bin ‘Amr bin al-‘Ash.
b. Guru-gurunya
dalam periwayatan hadis antara lain ; ayahnya yaitu Muhammad bin
‘Abdullah bin ‘Amr, Sa’id bin al-Musayyab, Thâwus, dan lainnya.
Murid-muridnya antaral lain Hassâ bin ‘Athiyyah, az-Zhuhrî, Ibn Juraij dan lainnya.[14]
c. Komentar para kritikus hadis ;
1) Yahya bin Sa’id al-Qaththân ; jika yang meriwayatkan darinya adalah seorang yang tsiqah, maka riwayatnya bisa dipercaya.
2) Yahya bin Ma’in ; tsiqah jiak ia meriwayatkan dari seorang yang tsiqah
3) Abȗ Hâtim ; tidak kuat (laisa bi qawiy) akan tetapi hadisnya boleh ditulis.
4) Abȗ Zur’ah ; dia tsiqah, akan tetapi para kritikus membicarakannya karena kelemahan pada tulisannya (bi sabâb kitâbin) miliknya.
5) Al-Bukhârî ; kebanyakan ashab kami berhujah dengan hadis yang diriwayatkannya dari ayahnya dari kakeknya.
Ada
cacat para diri Amr bin Syu’aib yang menjadi perbincangan para kritikus
hadis, namun menurut al-Bukhârî hadis dari ayah dari kakekny dapat
dijadikan hujah, hadis ini adalah dari ayahnya dari kakeknya.
6. Syu’aib bin Muhammad bin ‘Abdullah
a. Nama lengkapnya adalah Syu’aib bin Muhammad bin ‘Abdullah bin ‘Amr bin al-Ash.
b. Guru-gurunya
dalam periwayatan hadis antara lain ; ‘Abdullah bin ‘Amr bin al-‘Ash,
‘Amr bin al-Ash, Muhammad bin ‘Abdullah bin ‘Amr bin al-‘Ash, Ibn ‘Umar,
dan lainnya. Murid-muridnya antara lain Tsâbit al-Bannânî, dua orang
putranya yaitu ‘Amr dan ‘Umar, ‘Atha’ al-Khurasânî dan lainnya.[15]
c. Penilaian para kritikus hadis :
1) An-Nawâwî ; dia tsiqah, dan sebagain kritikus mengingkari bahwa ia mendengarkan hadis dari kakeknya pengingkaran mereka itu salah.[16]
2) Ibn Hibban menganggapnya tsiqah.
3) Adz-Dzahabî ; shadȗq.
Syu’aib bin Muhammad
bin ‘Abdullah dinilai terpercaya oleh para krtikus, dan riwayatnya dari
kakeknya yaitu sahabat ‘Abdullah bin ‘Amr bin al-‘Ash, diperselisihkan,
ulama yang menganggapnya benar adalah an-Nawâwî sebagaimana telah
disebutkan.
7. ‘Abdullah bin ‘Amr bin al-‘Ash.
a. Nama lengkapnya adalah ‘Abdullah bin ‘Amr bin al-‘Ash bin Wâil as-Sahmî al-Qursyî Abȗ Muhammad.
b. Guru-gurunya
dalam periwayatan hadis antara lain ; beliau adalah sahabat yang
mendengarkan langung hadis dari Nabi saw, disamping itu juga dari shabat
lain seperti Ubay bin Ka’ab bin Qais, Surâqah bin Mâlik. Murid-muridnya
antara lain ; Abȗ Zur’ah, Aus bin Aus dan lainnya.
Beliau
adalah seorang sahabat yang utama, dia diizinkan oleh Rasulullah saw
untuk mencatat semua perkataan Rasulullah saw baik ketika beliau saw
sedang senang maupun ketika sedang marah.[17]
E. KESIMPULAN
Dari penelitian yang dilakukan terhadap hadis doa makan yang cukup masyhur ini, dapat ditarik beberapa kesimpulan ;
a. Hadis ini dikeluarkan oleh dua ulama di dalam kitab tuntunan amal sehari-hari yakni Ibn Sunnî di dalam A’mâl al-Yaum wa al-Lailah dan ath-Tahbrânî di dalam ad-Du’â kedua kitab ini bukanlah sumber hadis yang diakui otoritasnya secara penuh.
b. Dari
penelitian terhadap sanad keduanya, dapat disimpulkan bahwa kedua jalur
riwayat tersebut melalui seorang rawi yang lemah bahkan dituduh
pendusta bernama Muhammad bin Abî Zu’aizi’ah. Oleh karena itu
meskipun terdapat dua jalur, tetap tidak dapat “ditolong” karena
keduanya melalui satu rijal yang tidak bisa dipercaya
c. Hadis doa makan ini termasuk hadis daif.
[1] Ibn Hibbân, ats-Tsiqât, edisi as-Sayyid Syaraf ad-Dîn Ahmad, (ttp : Dâr al-Fikrî, 1975), VI : 374, 311.
[3] Al-‘Ijlî, Ma’rifah ats-Tsiqât, edisi ‘Abd al-‘Alîm ‘Abd al-‘Azhîm, (Madinah : Maktabah ad-Dâr, 1985), II:332.
[4] Al-Bâjî, at-Tadîl wa Tajrîh li Man Kharraja lahȗ al-Bukhârî fi al-Jâmi’ as-Shahîh, edisi Abȗ Lubâbah Husain, (Riyadh : Dâr al-Wâ’I li an-Nasyr wa at-Tauzi’), III:1173.
[6] Ibid, hal 38.
[7] As-Suyȗthî, Asmâ’ al-Mudallisîn, edisi Mahmȗd Muhammad Mahmȗd Hasan Nashshâr, (Beirut : Dâr al-Jîl, tt), hal 89.
[9] Ibid.
[10] Ibn Hajar, Lisân al-Mizân, editing oleh penertbit, (India : Dâirah al-Mu’arrif an-Niszhâmiyyah, 1986), V:165.
[12] Ibn al-Jauzî, adh-Dhu’afâ’ wa al-Matrukîn, edisi ‘Abdullah al-Qâdhî, (Beirut : Dâr al-Kutȗb al-‘Ilmîyyah, 1406 H), III:59
[13] Ibid.
[15] An-Nawâwî, Tahdzîb al-Asmâ’ , edisi Musthafa ‘Abd al-Qâdir Athâ, (Beirut : Dâr al-Kutub al-‘Ilmiyyah, tt), I:346.
[16] Ibid
http://ayubmenulis.blogspot.com/2012/06/bagaimanakah-status-hadis-doa-makan.html
Mantap mas,,bermanfaat sekali
ReplyDeleteartikelnya bagus sob, bermanfaat sekali untuk saya
ReplyDelete